Pangkat/golongan:
Lektor Kepala/Penata Tingkat I/III.d
Alamat rumah:
Griya Taman Asri H/306,
Donoharjo, Ngaglik, Sleman
DI. Jogjakarta
Email:
[email protected]
Riwayat Pendidikan:
S1: Universitas Diponegoro Semarang (S.Si.) Bidang : Kimia Bahan Alam/Biokimia
S2: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (M.Si.) Bidang : Kimia Organik Sintesis
S3: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Dr.) Bidang : Kimia Organik
Mata Kuliah:
– Biokimia (S1);
– Bioteknologi (S1);
– Fitokimia (S1);
– Kimia Hasil Alam (S1);
– Mirobiologi Industri (S1);
Bidang Keahlian:
Kimia Organik. Sintesis Kimia Organik, Kimia Bahan Alam
Kepakaran :
– Pengembangan Obat Bahan Alam Tumbuhan dan Sintesis Organik
– Modifikasi dan Diversifikasi Pangan
– Pengembangan Pestisida Alamiah
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan jenis tumbuhan yang diperkirakan mencapai sekitar 25.000 jenis atau lebih dari 10 % dari jenis flora dunia. Ditambah dengan jumlah jenis lumut dan gangang yang berjumlah ± 35.000 jenis dimana 40 % diantaranya merupakan jenis yang endemik atau hanya terdapat di Indonesia saja. Dengan tingginya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia itu yang dilihat dari keanekaragaman tumbuhan yang ada, memungkinkan untuk ditemukannya beraneka jenis senyawa kimia, walaupun beberapa senyawa kimia itu telah banyak ditemukan tetapi berdasarkan sejarah penemuan dan pengembangan telah membuktikan bahwa peluang untuk terjadinya temuan-temuan baru adalah sangat besar. Berdasarkan hal itu, sebagai negara yang termasuk negara mega biodiversity maka riset kimia bahan alam telah menjadi ujung tombak penelitian para ahli kimia Indonesia.
Senyawa-senyawa metabolit sekunder dalam bahan alam, meskipun tidak sangat penting bagi eksistensi suatu individu, tetapi sering berperan bagi kelangsungan hidup suatu spesies dalam perjuangan menghadapi spesies-spesies lain. Sebagai contoh pada tumbuhan, senyawa metabolit sekunder biasa digunakan sebagai senjata penangkal serangan hama dan penyakit. Sedangkan pada hewan, senyawa metabolit sekunder seperti feromon digunakan sebagai zat penarik sex. Sejauh ini telah diketahui bahwa tumbuhan memproduksi senyawa metabolit sekunder lebih banyak dibandingkan hewan. Metabolit ini dapat diisolasi dan dimodifikasi baik melalui sintesis organik maupun biokonversi menggunakan bantuan mikroorganisme. Hasil identifikasi struktur kimia dan modifikasi tersebut dapat dikembangkan sebagai usaha untuk menemukan obat baru dan jenis varian makanan yang bernilai gizi lebih tinggi.
Roadmap
Target Penelitian
Penelitian untuk 3 tahun ke depan difokuskan pada pengembangan obat antimalaria baik melalui sintesis organik total maupun isolasi bahan alam.
Saat ini peneliti sedang mengembangkan metode sintesis baru senyawa antimalaria Artemisinin menggunakan 3-carene (salah satu senyawa utama dalam minyak terpentin) dengan tahapan yang pendek. Artemisinin merupakan senyawa antimalaria yang pada saat ini direkomendasikan oleh World Health Organisation (WHO). Saat ini senyawa penting ini diisolasi dari tanaman Artemisia annua yang hanya tumbuh di daerah sub tropis seperti China, Amerika Serikat, Vietnam dan sebagainya. Metode isolasi dan ekstraksi memerlukan biaya yang cukup mahal, selain itu rendemen yang diperoleh sangat sedikit. Hal tersebut menyebabkan harga artemisinin menjadi mahal. Ironisnya, tanaman ini sulit tumbuh di Indonesia yang notabene merupakan salah satu negara endemik malaria di dunia. Oleh karenanya Indonesia harus melakukan impor senyawa tersebut. Singkatnya jalur sintesis memberikan keuntungan dan peluang bagi industri untuk dapat memproduksi Artemisinin secara massal.
Struktur senyawa antimalaria Artemisinin
Selain artemisinin, peneliti juga sedang melakukan isolasi senyawa antimalaria yang terkandung di dalam tumbuhan Kayu Songga (Kayu Ular). Tumbuhan ini dipercaya oleh masyarakat tradisional dapat menyembuhkan malaria. Tumbuhan ini berasal dari provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Ekstrak Kayu Songga sebagai Antimalaria